Pembelajaran anak di rumah -non home schooling- berbeda dengan di sekolah. Sebab pembelajaran di sekolah biasanya terikat dengan tempat, waktu, jadwal, kurikulum dan seterusnya.
Adapun mendidik anak di rumah berlangsung setiap hari, bahkan setiap saat. Mengandaikan pendidikan anak sebagai prosedur khusus yang memerlukan waktu-waktu khusus, akan banyak menyita kesempatan orang tua melibatkan diri sepenuhnya dengan anak. Mendidik anak menjadi tidak alamiah dan tidak menggembirakan. Juga terkesan sebagai beban berat, baik bagi anak maupun orang tua. Mendidik anak menjadi seperti kursus dengan paket-paket yang dikemas dalam sebuah kurikulum, dengan anak sebagai peserta wajib dan orang tua guru resminya.
Tak bisa dipungkiri, bahwa tidak semua orang tua mempunyai kapasitas dan kesempatan untuk itu. Ditambah lagi banyaknya faktor pendukung yang diperlukan.
Sebenarnya ada banyak peristiwa keseharian yang merupakan pintu masuk seluruh unsur pendidikan yang ingin diberikan. Karenanya kita harus berusaha agar semua tidak terlewatkan begitu saja. Kita perlu mengetahui dan menerapkan berbagai macam metode. Sehingga setiap detik kebersamaan kita dengan anak bisa menjadi sebuah pembelajaran berharga baginya.
Dengan terkumpulnya metode-metode pembelajaran tersebut, diharapkan proses pendidikan akan berlangsung setiap waktu, tanpa anak merasa terus digurui dan orang tua tidak merasa terbebani. Metode tersebut antara lain:
Pertama: Metode Keteladanan
Jadilah contoh teladan bagi anak. Jadilah potret nyata dalam melaksanan kebaikan yang kita ajarkan dan meninggalkan perkara yang kita larang.
Orang tua adalah contoh terdekat bagi anak. Disengaja maupun tidak, anak akan mengikuti perilaku dan kebiasaan orang tuanya.
Seorang anak akan belajar shalat dan menekuninya, manakala melihat kedua orang tuanya tekun menunaikannya dengan baik.
Seorang anak akan terbiasa menunaikan hak orang lain dengan sempurna, seperti hak teman, tetangga, tamu atau kerabat, bila orang tuanya memberi teladan baik dalam hal tersebut.
Seorang anak akan terbiasa bertutur kata sopan dan halus, apabila orang tuanya mencontohkan hal itu.
Dengan adanya keteladanan, seorang anak akan tumbuh dengan sifat-sifat terpuji dan baik, yang didapatkannya dari orang tua atau gurunya.
Sebaliknya ketidaksesuaian antara ucapan dan perbuatan, akan menjadi racun dalam pendidikan. Seorang anak yang melihat ayahnya suka berdusta, dia akan sulit menerima nasehat kejujuran darinya. Begitupula seorang anak yang melihat ibunya sulit menerima nasehat, jangan harap ia tumbuh menjadi anak yang mudah diberi nasehat oleh ibunya.
Allah ta’ala telah mencela para pendidik yang perbuatannya menyelisihi ucapannya,
“يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)“
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak kalian kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah Allah manakala kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. QS. Ash-Shaff (61): 2-3.
Bersambung…
@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 19 Jumadal Ula 1439 / 5 Februari 2018